Pelukan Terakhir untuk Mas Saiful: Perjuangan di Ujung Napas
Suatu hari, di tengah aktivitas seperti biasa, saya menerima pesan dari seseorang yang belum pernah saya temui langsung—tapi kata-katanya langsung mengetuk pintu hati saya. Namanya Mas Saiful. Ia menderita leukemia stadium lanjut.
Suaranya di ujung telepon sangat pelan, nyaris tak terdengar. Bahkan untuk mengangkat ponsel saja, katanya terasa berat. Tubuhnya tinggal kulit dan tulang. Ia sudah berkali-kali keluar-masuk rumah sakit. Banyak orang bilang padanya bahwa penyakitnya tidak mungkin sembuh. Tapi Mas Saiful tidak menyerah. Ia tetap bertahan.
Dengan suara lirih, ia bertanya,
“Apakah masih ada harapan untuk saya?”
Saya tahu ia tidak sedang menanyakan pendapat dokter, tapi sedang mencari seberkas cahaya—walau sekecil apa pun. Maka saya sarankan, “Cobalah susu kambing Etawa Provit. Ini bukan obat, tapi insyaAllah membantu memperbaiki tenaga dan daya tahan tubuh.”
Awal Perubahan
Tak lama setelah mencoba, Mas Saiful mulai memberi kabar. Ia mulai bisa tidur. Tubuhnya mulai hangat. Dan yang paling mengejutkan, tiga bulan kemudian ia mengirimkan foto dirinya: kini sudah bisa berdiri, berjalan berpegangan dinding, bahkan tersenyum.
“MasyaAllah…” saya bergumam.
Perubahannya sangat nyata. Tak hanya di wajah dan tubuhnya, tapi juga semangat hidupnya.
Idul Fitri pun datang. Tak disangka, Mas Saiful datang ke rumah saya. Ia mengendarai motor sendiri, membonceng adiknya, melewati jalanan ramai selama hampir dua jam. Saya benar-benar terkejut sekaligus haru.
Sesampainya di rumah, ia bilang,
“Nanti saya mau keliling desa naik sepeda.”
Saya sempat menegur, “Jangan dulu, Mas. Jangan kecapean.”
Tapi ia tersenyum, penuh keyakinan.
Dan benar saja, sesampainya di rumah ia mengayuh sepedanya mengelilingi desa dalam terik panas. Entah karena bahagia, atau karena ia ingin menaklukkan batas yang selama ini mengekangnya. Tapi setelah itu, tubuhnya drop kembali.
Kabar Terakhir
Ia dilarikan ke RS Sardjito. Saat itu ia berkata,
“Kalau saya minum susu Provit, biasanya langsung baikan. Tapi sekarang sudah habis.”
Saya segera kirimkan susu ke alamat rumah singgahnya. Tapi entah kenapa, paket itu tak kunjung sampai padanya. Dalam laporan ekspedisi, tertulis sudah diterima. Tapi kenyataannya tidak. Ia gelisah. Saya juga bingung. Ia hanya ditemani seorang kakek tua.
Dengan suara tenang, tapi membuat hati saya remuk, ia berkata,
“Kalau memang susunya tidak sampai, tolong disedekahkan saja untuk orang lain…”
Dan keesokan harinya, Mas Saiful menghembuskan napas terakhirnya.
Hikmah yang Tertinggal
Saya terdiam lama. Betapa besar pelajaran yang saya dapat.
Bahwa untuk para pejuang kanker darah—terutama leukemia—nutrisi yang tepat dan istirahat yang cukup bukan hal sepele. Satu langkah ceroboh bisa memicu penurunan kondisi secara drastis.
Mas Saiful telah berjuang dengan sekuat tenaga. Ia tidak menyerah. Ia hanya pulang… dengan senyum.
Semoga Allah memberinya tempat terbaik di sisi-Nya. Dan semoga kisah ini menjadi cahaya bagi yang masih berjuang, bahwa selama napas masih ada, selalu ada harapan.
Ditulis oleh:
Amin Mahfudi AMK
📞 0838 4411 4440
0 komentar:
Posting Komentar